Selasa, 28 April 2009

RINGKASAN Metode Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach)Sebagai Upaya Penyelesaian Batas Laut Teritorial Indonesia dan Timor Leste

RINGKASAN
“Metode Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach)Sebagai Upaya Penyelesaian Batas Laut Teritorial Indonesia dan Timor Leste”Karya Minarti, Okky Nur Irmanita dan Andi Kurniawati dibawah bimbingan
Prof. Dr. Alma Manuputty, SH., MH.

Disintegerasi Timor Leste pada tanggal 20 Mei 2002 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menimbulkan konsekuensi yuridis karena sebagai negara baru, Timor Leste dihadapkan pada kewajiban internasional, salah satunya adalah penetapan perbatasan antara negara yang berseberangan (opposite) wilayah lautnya atau yang berdampingan (adjacent) dalam satu daratan. Adapun salah satu negara yang wilayah darat dan lautnya berbatasan dengan Timor Leste adalah Indonesia. Penentuan batas laut teritorial Indonesia dengan Timor Leste merupakan hal yang rumit untuk diselesaikan, sebab wilayah Timor Leste terdiri atas dua bagian, yaitu Oekussi-Ambeno di bagian barat yang dilewati oleh Selat Ombai dengan lebar laut 48 mil serta Timor-Timur di bagian timur yang dilewati oleh Selat Wetar, dengan lebar laut 35 mil, kedua bagian wilayah tersebut dipisahkan oleh wilayah darat dan wilayah laut Indonesia. Sedangkan dibagian selatan perairan Timor Leste terdapat Laut Timor. Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial antara Indonesia-Timor Leste Dan Bagaimana prinsip delimitasi laut teritorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar melalui metode pendekatan dua tahap (two-stage approach). Untuk mnenjelaskan urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial antara Indonesia-Timor Leste dan menjelaskan prinsip delimitasi laut teritorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar melalui metode pendekatan dua tahap (two-stage approach).

Landasan teori yang menjadi dasar dalam karya tulis ini adalah, pengertian laut teritorial menurut Pasal 2 Konvensi Hukum Laut Internasional (KHLI) 1982, Pengertian Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach),macam-macam metode delemitasi batas laut teritorial, pengertian titik pangkal (titik dasar) dan garis pangkal, faktor yang mempengaruhi delimitasi batas maritim.
Teknik penulisan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan penentuan titik dasar dan garis pangkal serta metode delimitasi laut territorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar serta urgensi dan dampak dari penentuan tersebut. Dari analisis yang dilakukan dibuat suatu solusi berupa saran. Sedangkan Sistematika Penulisannya adalah Bab 1 pendahuluan, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan. Bab 2 membahas mengenai pengertian-pengertian dasar, pendapat para pakar, dan materi-materi terkait yang berasal dari literatur yang ada. Bab 3 metode penulisan, menguraikan teknik penulisan, sistematika penulisan, teknik pengumpulan dan pengolahan data. Bab 4 Pembahasan, berisi analisis masalah berdasarkan data dan telaah pustaka yang diuraikan secara runtut. Bab 5 Penutup, memaparkan kesimpulan dan saran yang diselaraskan dengan kerangka pemikiran sebelumnya. Mengenai teknik pengumpulan dan pengolahan data, Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (library reseach), buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, media massa, dan situs-situs internet yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Data yang diperoleh disebut data sekunder, diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan.
Pembahasan dalam karya tulis ini terbagi atas dua, yaitu urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial Indonesia dan Timor Leste. Pentingnya kejelasan batas maritim sangat berkaitan dengan keamanan, transportasi, dan pengelolaan sumber daya laut, serta penyeimbangan antara hak dan kewajiban negara pantai yang bersangkutan selain itu penentuan batas maritim menjadi salah satu cara yang efektif bagi negara baru untuk menegaskan kedaulatan, kekuasaan hukum, dan legitimasi negara tersebut, dan mengurangi zona pertampalan (tumpang tindih) klaim maritim yang berpotensial menimbulkan konflik antar negara tetangga. Perbatasan Indonesia dan Timor Leste memiliki peluang timbulnya konflik jika pemerintah kedua negara tidak berinisiatif untuk bernegosiasi dan membuat perjanjian mengenai perbatasan, khusunya batas maritim bagian Selat Wetar dan Selat Ombai karena letak geografis dan pengaruh pulau-pulau kecil menyebabkan sulitnya penentuan batas laut sehingga menyebabkan timbulnya klaim-kalim batas maritim yang saling tumpang tindih, terkecuali Laut Timor yang sudah jelas penentuan garis pangkalnya karena posisi geografisnya yang tidak terlalu rumit.

Dampak Penentuan Batas Laut Teritorial Indonesia-Timor Leste dipastikan akan ada kejelasan batas-batas laut teritorial kedua negara khususnya di Selat Ombai dan Selat Wetar yang cukup rumit untuk ditentukan, serta untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat disekitar perbatasan sehingga akhirnya dapat terwujud suatu hubungan sosial yang baik dan perekonomian yang maju melalui pemanfaatan sumber daya laut disekitar perairan selain itu kerja sama dan hubungan bilteral kedua negara pasti akan berjalan dengan baik sehingga konflik-konflik perbatasan yang dikhawatirkan tidak akan muncul, maka cita-cita dalam Pasal 1 Piagam PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dapat tercapai yang akhirnya dapat menaikan wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dalam hal prinsip delimitasi batas laut teritorial antara dua negara atau lebih yang berseberangan, praktik negara menunjukkan bahwa garis tengah, yang merupakan garis sama jarak dari titik-titik terdekat dua negara telah diterima sebagai garis batas maritim. Dalam kasus dua atau lebih negara yang berdampingan yaitu digunakannya prinsip sama jarak yang merupakan perpanjangan garis batas darat di pantai. Meski demikian adanya beberapa unsur lepas pantai seperti pulau-pulau besar dan kecil dapat mengakibatkan dipilihnya metode lain menurut kesepakatan. Berdasarkan metode–metode delimitasi yang dijelasakan dalam telaah pustaka maka metode yang sesuai dengan letak geografis wilayah yang akan dijadikan perbatasan Indonesia dan Timor Leste adalah metode sama jarak yang menghasilkan garis tengah (equidistan line/median line) dimodifikasi (modified equidistant) namun agar metode tersebut dapat direalisasikan maka harus ada negosiasasi atau perundingan di kedua belah pihak. Pemerintah Indonesia wajib menegosiasikannya ke forum bilateral, karena berada di forum negosiasi hampir semua faktor bisa dikemukan sebab inti dari delimitasi adalah dicapainya solusi yang adil (equitable solution) dan dapat diterima kedua belah pihak melalui kesepakatan, sepanjang salah satu pihak bisa meyakinkan pihak lain, inilah yang disebut dengan metode pendekatan dua tahap (two-stage approach).

Adapun saran yang penulis rekomendasikan berdasarkan pembahsan yang ada antara lain:
1. Memprioritaskan penyelesaian batas maritim dengan melakukan perundingan secara komprehensif, terkoordinasi dengan mekanisme lebih sederhana dan bisa diterima kedua pihak menyangkut batas laut teritorial antara pemerintah Indonesia-Timor Leste untuk menjamin kedaulatan dan menghindari ketidakjelasaan batas negara.
2. Meratifikasi perjanjian batas darat Indonesia-Timor Leste kedalam bentuk undang-undang agar terdapat kekuatan hukum untuk mewadahi penentuan batas laut teritorial kedua negara sebab batas laut pada dasarnya merupakan perpanjangan dari batas darat.
3. Pemerintah membentuk komisi khusus yang bertugas mengurus kejelasan batas maritim kedua negara dengan meninjau lokasi perairan yang akan dijadikan perbatasan secara periodik sehingga bisa ditentukan metode delimitasi yang sesuai dengan keadaan geografis wilayah tersebut.
4. Pemerintah Indonesia dan Timor Leste melakukan konsultasi ditingkat masyarakat untuk mengakomodsi aspirasi masyarakat di sekitar perbatasan yang akan secara langsung meraskan dampak adanya batas maritim tersebut.
5. Meninjau kembali titk-titik koordinat dan garis-garis pangkal laut serta menyesuaikannya dengan ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (KHLI) 1982 tentang laut wilayah dan negara kepulauan.
6. Mendepositkan peta-peta dan titik-titik koordinat dari garis-garis batas tersebut kepada Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) sesuai dengan pasal 16 (2) KHLI 1982.

Tidak ada komentar: