Selasa, 28 April 2009

RINGKASAN Metode Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach)Sebagai Upaya Penyelesaian Batas Laut Teritorial Indonesia dan Timor Leste

RINGKASAN
“Metode Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach)Sebagai Upaya Penyelesaian Batas Laut Teritorial Indonesia dan Timor Leste”Karya Minarti, Okky Nur Irmanita dan Andi Kurniawati dibawah bimbingan
Prof. Dr. Alma Manuputty, SH., MH.

Disintegerasi Timor Leste pada tanggal 20 Mei 2002 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menimbulkan konsekuensi yuridis karena sebagai negara baru, Timor Leste dihadapkan pada kewajiban internasional, salah satunya adalah penetapan perbatasan antara negara yang berseberangan (opposite) wilayah lautnya atau yang berdampingan (adjacent) dalam satu daratan. Adapun salah satu negara yang wilayah darat dan lautnya berbatasan dengan Timor Leste adalah Indonesia. Penentuan batas laut teritorial Indonesia dengan Timor Leste merupakan hal yang rumit untuk diselesaikan, sebab wilayah Timor Leste terdiri atas dua bagian, yaitu Oekussi-Ambeno di bagian barat yang dilewati oleh Selat Ombai dengan lebar laut 48 mil serta Timor-Timur di bagian timur yang dilewati oleh Selat Wetar, dengan lebar laut 35 mil, kedua bagian wilayah tersebut dipisahkan oleh wilayah darat dan wilayah laut Indonesia. Sedangkan dibagian selatan perairan Timor Leste terdapat Laut Timor. Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial antara Indonesia-Timor Leste Dan Bagaimana prinsip delimitasi laut teritorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar melalui metode pendekatan dua tahap (two-stage approach). Untuk mnenjelaskan urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial antara Indonesia-Timor Leste dan menjelaskan prinsip delimitasi laut teritorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar melalui metode pendekatan dua tahap (two-stage approach).

Landasan teori yang menjadi dasar dalam karya tulis ini adalah, pengertian laut teritorial menurut Pasal 2 Konvensi Hukum Laut Internasional (KHLI) 1982, Pengertian Pendekatan Dua Tahap (Two-Stage Approach),macam-macam metode delemitasi batas laut teritorial, pengertian titik pangkal (titik dasar) dan garis pangkal, faktor yang mempengaruhi delimitasi batas maritim.
Teknik penulisan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan penentuan titik dasar dan garis pangkal serta metode delimitasi laut territorial Indonesia-Timor Leste di Selat Ombai dan Selat Wetar serta urgensi dan dampak dari penentuan tersebut. Dari analisis yang dilakukan dibuat suatu solusi berupa saran. Sedangkan Sistematika Penulisannya adalah Bab 1 pendahuluan, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan. Bab 2 membahas mengenai pengertian-pengertian dasar, pendapat para pakar, dan materi-materi terkait yang berasal dari literatur yang ada. Bab 3 metode penulisan, menguraikan teknik penulisan, sistematika penulisan, teknik pengumpulan dan pengolahan data. Bab 4 Pembahasan, berisi analisis masalah berdasarkan data dan telaah pustaka yang diuraikan secara runtut. Bab 5 Penutup, memaparkan kesimpulan dan saran yang diselaraskan dengan kerangka pemikiran sebelumnya. Mengenai teknik pengumpulan dan pengolahan data, Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (library reseach), buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, media massa, dan situs-situs internet yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Data yang diperoleh disebut data sekunder, diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan kesimpulan.
Pembahasan dalam karya tulis ini terbagi atas dua, yaitu urgensi dan dampak dari penentuan batas laut teritorial Indonesia dan Timor Leste. Pentingnya kejelasan batas maritim sangat berkaitan dengan keamanan, transportasi, dan pengelolaan sumber daya laut, serta penyeimbangan antara hak dan kewajiban negara pantai yang bersangkutan selain itu penentuan batas maritim menjadi salah satu cara yang efektif bagi negara baru untuk menegaskan kedaulatan, kekuasaan hukum, dan legitimasi negara tersebut, dan mengurangi zona pertampalan (tumpang tindih) klaim maritim yang berpotensial menimbulkan konflik antar negara tetangga. Perbatasan Indonesia dan Timor Leste memiliki peluang timbulnya konflik jika pemerintah kedua negara tidak berinisiatif untuk bernegosiasi dan membuat perjanjian mengenai perbatasan, khusunya batas maritim bagian Selat Wetar dan Selat Ombai karena letak geografis dan pengaruh pulau-pulau kecil menyebabkan sulitnya penentuan batas laut sehingga menyebabkan timbulnya klaim-kalim batas maritim yang saling tumpang tindih, terkecuali Laut Timor yang sudah jelas penentuan garis pangkalnya karena posisi geografisnya yang tidak terlalu rumit.

Dampak Penentuan Batas Laut Teritorial Indonesia-Timor Leste dipastikan akan ada kejelasan batas-batas laut teritorial kedua negara khususnya di Selat Ombai dan Selat Wetar yang cukup rumit untuk ditentukan, serta untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat disekitar perbatasan sehingga akhirnya dapat terwujud suatu hubungan sosial yang baik dan perekonomian yang maju melalui pemanfaatan sumber daya laut disekitar perairan selain itu kerja sama dan hubungan bilteral kedua negara pasti akan berjalan dengan baik sehingga konflik-konflik perbatasan yang dikhawatirkan tidak akan muncul, maka cita-cita dalam Pasal 1 Piagam PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dapat tercapai yang akhirnya dapat menaikan wibawa Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dalam hal prinsip delimitasi batas laut teritorial antara dua negara atau lebih yang berseberangan, praktik negara menunjukkan bahwa garis tengah, yang merupakan garis sama jarak dari titik-titik terdekat dua negara telah diterima sebagai garis batas maritim. Dalam kasus dua atau lebih negara yang berdampingan yaitu digunakannya prinsip sama jarak yang merupakan perpanjangan garis batas darat di pantai. Meski demikian adanya beberapa unsur lepas pantai seperti pulau-pulau besar dan kecil dapat mengakibatkan dipilihnya metode lain menurut kesepakatan. Berdasarkan metode–metode delimitasi yang dijelasakan dalam telaah pustaka maka metode yang sesuai dengan letak geografis wilayah yang akan dijadikan perbatasan Indonesia dan Timor Leste adalah metode sama jarak yang menghasilkan garis tengah (equidistan line/median line) dimodifikasi (modified equidistant) namun agar metode tersebut dapat direalisasikan maka harus ada negosiasasi atau perundingan di kedua belah pihak. Pemerintah Indonesia wajib menegosiasikannya ke forum bilateral, karena berada di forum negosiasi hampir semua faktor bisa dikemukan sebab inti dari delimitasi adalah dicapainya solusi yang adil (equitable solution) dan dapat diterima kedua belah pihak melalui kesepakatan, sepanjang salah satu pihak bisa meyakinkan pihak lain, inilah yang disebut dengan metode pendekatan dua tahap (two-stage approach).

Adapun saran yang penulis rekomendasikan berdasarkan pembahsan yang ada antara lain:
1. Memprioritaskan penyelesaian batas maritim dengan melakukan perundingan secara komprehensif, terkoordinasi dengan mekanisme lebih sederhana dan bisa diterima kedua pihak menyangkut batas laut teritorial antara pemerintah Indonesia-Timor Leste untuk menjamin kedaulatan dan menghindari ketidakjelasaan batas negara.
2. Meratifikasi perjanjian batas darat Indonesia-Timor Leste kedalam bentuk undang-undang agar terdapat kekuatan hukum untuk mewadahi penentuan batas laut teritorial kedua negara sebab batas laut pada dasarnya merupakan perpanjangan dari batas darat.
3. Pemerintah membentuk komisi khusus yang bertugas mengurus kejelasan batas maritim kedua negara dengan meninjau lokasi perairan yang akan dijadikan perbatasan secara periodik sehingga bisa ditentukan metode delimitasi yang sesuai dengan keadaan geografis wilayah tersebut.
4. Pemerintah Indonesia dan Timor Leste melakukan konsultasi ditingkat masyarakat untuk mengakomodsi aspirasi masyarakat di sekitar perbatasan yang akan secara langsung meraskan dampak adanya batas maritim tersebut.
5. Meninjau kembali titk-titik koordinat dan garis-garis pangkal laut serta menyesuaikannya dengan ketentuan dalam Konvensi Hukum Laut Internasional (KHLI) 1982 tentang laut wilayah dan negara kepulauan.
6. Mendepositkan peta-peta dan titik-titik koordinat dari garis-garis batas tersebut kepada Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) sesuai dengan pasal 16 (2) KHLI 1982.

STUDI KASUS I CONGRESO DEL PARTIDO (KUBA VS. CHILI)

STUDI KASUS I CONGRESO DEL PARTIDO (KUBA VS. CHILI)
DALAM PRESPEKTIF IMUNITAS TERBATAS (RESTRICTIVE IMMUNITY)


TUGAS HUKUM INTERNASIONAL

DISUSUN OLEH :
MINARTI (B11107165)





FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009

Studi Kasus I Congreso Del Partido
Dalam Prespektif Imunitas Terbatas (Restrictive Immunity)

Menganalisis kasus diatas dapat menimbulkan pertanyaan yaitu mengenai imunitas negara dalam pengadilan asing, khususnya dalam konteks apakah imunitas terbatas (restrictive immunity) berlaku dalam kasus tersebut.

Berdasarkan teori imunitas negara, terdapat dua doktrin imunitas yaitu imunitas mutlak (absolut immuity) dan imunitas terbatas (restrictive immunity). Imunitas mutlak berkembang pada abad ke-18 dimana negara sepenuhnya kebal atau memilki kekebalan penuh dari yurisdiksi negara lain dalam semua perkara tanpa melihat dan memperhatikan adanya keadaan-keadaan tertentu. Namun timbul masalah ketika negara mulai masuk ke dalam kegiatan-kegiatan komersial sehingga banyak negara melakukan modifikasi terhadap prinsip imunitas mutlak. Adanya sejumlah badan-badan pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara, industri-industri yang dinasionalisasi serta organ-organ negara lainnya merupakan reaksi terhadap prinsip imunitas mutlak, sebagian disebabkan karena hal seperti ini memungkinkan perusahaan negara (state enterprises) untuk mendapat keuntungan melebihi perusahaan swasta. Dari masalah ini lahirlah prinsip imunitas terbatas (restrictive immunity) yang pertama kali dipraktekan di negara Eropa pada tahun 1982 dan sampai sekarang hampir seluruh negara sosialis telah menganut doktrin ini. Doktrin imunitas terbatas ( restrictive immunity) adalah imunitas yang tetap mengakui atau memberikan kekebalan apabila menyangkut kegiatan pemerintahan (governmental activity), tetapi apabila negara melakukan kegiatan komersial (commercial activity) maka kekebalan tersebut tidak dapat diberikan. Tindakan pemerintah yang dilakukan untuk kepentingan publik dan membuat kekebalan tetap diberikan disebut dengan istilah acts jure imperii, sementara tindakan pemerintah yang berkaitan dengan komersial disebut dengan istilah acts jure gestionis.
Jika dikaitkan dengan kasus I Congreso Del Partido dimana terjadi kontrak jual beli gula antara sebuah perusahaan Chili dengan perusahaan dagang swasta Cubazucar di Kuba yang legally independent dari pemerintah, maka dapat dikatakan kegiatan ini termasuk dalam acts jure gestionis atau kegiatan berkaitan dengan perniagaan (komersial) sehingga jika terjadi suatu gugatan berkaiatan pelanggaran kontrak atau lainnya maka tidak dapat diberikan kekebalan terhadap kedua belah pihak dalam arti restrictive immunity tidak dapat berlaku dalam kegiatan perusahaan tersebut. Kemudian menyangkut kapal yang digunakan untuk membawa gula-gula tersebut yaitu kapal Playa Larga dan Marbel Island walaupun dimiliki pemerintah Kuba (owned by the Cuban Government) namun tujuan (purpose) dari kegiatan kapal tersebut adalah untuk perniagaan atau untuk kepentingan individu bukan untuk kepentingan pemerintah sehingga akibat dari tujuan tersebut kedua kapal tidak dapat diberikan imunitas terbatas (restrictive immunity).
Kapal yang menjadi sengketa (I Congreso) adalah kapal yang dimiliki oleh Pemerintah Kuba (Owned by the Cuban Goverment) dimana dalam aturan hukum internasional kapal tersebut memiliki kekebalan jika berada di wilayah yurisdiksi suatu negara asing dan juga dari putusan pengadilan asing setempat (harta kekayaan dan aset negara asing tidak bisa disita atau dieksekusi oleh aparat hukum negara setempat). Kasus klasik yang dapat menjelaskan hubungan antara yurisdiksi territorial dan kekebalan kedaulatan adalah the Schooner Exchange v. Mc Faddon (Perancis v. Amerika) yang diputuskan oleh the US Supreme Court. Chief Justice Marshall menyatakan bahwa yurisdiksi suatu negara di dalam wilayahnya sendiri bersifat eksklusif dan mutlak, tetapi tidak mencakup negara asing (foreign sovereigns). Beliau menyatakan, terdapat kesamaan penuh (perfect equality) dan kemerdekaan mutlak (absolute independence) negara-negara yang akhirnya menimbulkan sekumpulan kasus-kasus di mana setiap negara berdaulat dianggap melepaskan pelaksanaan sebagian yurisdiksi territorial yang penuh dan eksklusif yang dinyatakan sebagai atribut setiap negara. Dengan demikian kapal militer atau kapal yang dimiliki oleh pemerintah yang memasuki pelabuhan dari negara sahabat, harus dianggap dikecualikan atau dibebaskan dari yurisdiksi negara sahabat sedangkan bagi kapal niaga tidak diberikan imunitas karena tujuan dari kapal tersebut adalah untuk kepentingan perniagaan dan kepentingan individu.
Dari uraian diatas, penulis berkesimpulan bahwa dengan melihat konteks kasus diatas maka imunitas terbatas (restricstive immunity) dapat berlaku bagi kapal I Congreso karena status kapal yang berada dibawah kepemilikan Pemerintah Kuba yang artinya negara asing maupun pengadilan asing wajib memberikan kekebalan karena untuk menghargai kedaulatan dari yurisdiksi negara yang bersangkutan dan untuk mentaati aturan hukum internasional. Maka dari itu, kapal yang menjadi objek tuntutan karena alasan pelanggaran kontrak tidak bisa diberikan kepada penggugat dari Chili walaupun dengan berbagai macam pembelaan.











Senin, 13 April 2009

PERBANDINGAN FUNGSI PAJAK BERDASARKAN KEGUNAANNYA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti atau pemberian secara cuma-cuma namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat kepada seorang penguasa. Pemberian oleh rakyat saat itu digunakan untuk kepentingan penguasa sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan penguasa yang lebih tinggi status sosialnya.
Namun, dalam perkembangnya sifat upeti tersebut tidak lagi hanya untuk kepentingan penguasa, tetapi sudah mengarah pada kepentingan rakyat itu sendiri atau bagi kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, dan membangun sarana sosial lainnya.
Dengan adanya perkembangan masyarakat, maka sifat upeti atau pemberian yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan dengan mengikut sertakan rakyat dalam membuat aturan-aturan mengenai pemungutan pajak agar unsur-unsur keadilan tercapai. Aturan-aturan tersebut dibentuk menjadi Undang-Undang Perpajakan yang didalamnya berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak atau yang disebut dengan hukum pajak.
Setiap negara yang melakukan pemungutan pajak pasti mempunyai tujuan, yaitu untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti halnya dengan Indonesia, tujuan melakukan pemungutan pajak adalah untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka melindungi segenap Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut berpartisipasi menertibkan dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu negara memerlukan dana dari rakyat, salah satunya adalah berupa uang pembayaran pajak dari rakyat.
Pelaksanaan pemungutan pajak diharapkan dapat mencerminkan keadilan, dengan besarnya pajak yang dibebankan sesuai dengan objek pajak[1] yang dimiliki oleh rakyat. Sedangkan besarnya objek pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu pelaksanaan pemungutan pajak juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, termasuk didalamnya ekonomi rakyat secara individu.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian fungsi pajak?
2. Bagaimana perbandingan fungsi pajak berdasarkan kegunaannya dan fungsi manakah yang lebih dominan?
1.3. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian fungsi pajak.
2. Menjelaskan perbandingan fungsi pajak berdasarkan kegunaannya dan menentukan fungsi yang lebih dominan.

BAB 2
TELAAH PUSTAKA

2.1. Pengertian Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Djafar Saidi, SH.,MH[2]
Pajak adalah pungutan oleh pejabat pajak kepada wajib pajak tanpa tegen prestasi secara langsung dan bersifat memaksa sehingga penagihannya dapat dipaksakan.
2.1.2.Pengertian Pajak Menurut Prof.Dr. PJA. Adriani[3]
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah.
2.1.3. Pengertian Pajak Menurut Dr. Rochmat Soematro[4]
Pajak adalah Iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pembangunan.

2.2. Pengertian Fungsi Pajak[5]
Kata fungsi bermakna jabatan, faal, besaran dan kegunaan. Namun pengertian yang paling tepat yang sering dipakai pada fungsi perpajakan ialah kata kegunaan. Jadi makna fungsi pajak bila dilihat dari kata kegunaan itu lebih cenderung kepada kegunaan pokok atau manfaat pokok dari pajak itu sendiri.




2.3. Fungsi-Fungsi Pajak[6]
2.3.1. Fungsi budgetair,
Adalah fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.

2.3.2.Fungsi regulerend,
Adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagau suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan (fungsi mengatur). Fungsi ini pada umumnya dapat di lihat dalam sektor swasta.

Namun, dalam perkembangan fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi yang disebut dengan fungsi tambahan yaitu:

2.3.3. Fungsi demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong, termasuk kegaiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa kini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila sesorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak dapat melakukan protes (complaint) terhadap pemerintah, mengapa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya.
2.3.4. Fungsi Redistribusi
Adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam mayarakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya tarif progresif[7] yang mengenakan pajak yang lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.
2.3.5. Fungsi Stabilitas[8]
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi[9] dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.















BAB 3
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Fungsi Pajak
Berdasarkan analisis dari telaah pustaka, maka untuk mendefinisikan fungsi pajak harus dibedakan pengertian antara fungsi dan pajak. Fungsi berarti kegunaan suatu hal atau daya guna dari suatu hal. Kemudian dengan melihat unsur-unsur dari definisi para pakar mengenai pajak berarti suatu iuran atau kewajiban bagi wajib pajak untuk menyerahkan sebagain kekayaan (pendapatan) kepada negara. Sehingga dari pengertian diatas, dapat dikatakan fungsi pajak adalah kegunaan pokok atau manfaat pokok dari iuran pajak (kewajiban) dari wajib pajak untuk menyerahkan pendapatan kepada negara.

3.2. Perbandingan Fungsi-Fungsi Pajak Berdasarkan Kegunaanya dan Menentukan Fungsi yang Lebih Dominan
3.2.1. Fungsi Pajak Berdasarkan Kegunaanya
Berdasarkan telaah pustaka terdapat dua fungsi utama pajak yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend, sedangkan fungsi tambahannya ada empat adalah fungsi demokrasi, fungsi redistribusi, dan fungsi stabilitas.
Fungsi budgetair memiliki kegunaan untuk memberi pemasukan bagi kas negara sebagai biaya untuk pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan namun jika terdapat sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
Fungsi regulerend memiliki kegunaan sebagai pengatur bagi usaha-usaha pemerintah untuk turut berpartisipasi dalam segala bidang yang bertujuan menyelenggarakan target-target lain yang ingin dicapai diluar bidang keuangan atau sektor swasta, seperti untuk merangsang investor asing maupun nasional untuk menanam modalnya di Indonesia.
Fungsi demokrasi memiliki kegunaan bagi wajib pajak yang telah membayar pajak namun tidak mendapatkan pelayanan (prestasi) yang semestinya untuk mengajukan protes (complaint) kepada pemerintah.
Fungsi redistribusi memiliki kegunaan untuk menimbulkan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat dalam membayar pajak. Misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak tinggi bagi masyarakat yang berpenghasilan besar dan mengenakan pajak rendah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Fungsi stabilitas memiliki kegunaan bagi pemerintah untuk mencari dana dalam hal menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
3.2.2. Menentukan Fungsi Pajak yang Lebih Dominan
Berkaitan dengan fungsi pajak yang lebih dominan, khususnya bagi fungsi pajak utama yaitu budgeter dan regulerend. Fungsi regulerend, lebih berkaitan dengan Fiscal Policy, yaitu alat kebijaksanaan pemerintah dalam menyelenggarakan politiknya dalam bidang ekonomi, moneter, sosial, kultural maupun politik. Terdapat beberapa pendapat terkaitnya penerimaan negara dari sektor pajak dengan kebijaksanaan di bidang penanaman modal karena penerimaan pajak dipengaruhi oleh :[10]
1. Materi dari undang-undang pajak yang bersangkutan, termasuk sistem pemungutannya.
2. Sikap masyarakat, baik masyrakat eksternal (wajib pajak) maupun masyarakat internal (aparatur perpajakan).
3. Pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya pikul dan daya beli masyarakat sekaligus meningkatkan kemampuan wajib pajak membayar pajak.

Sedangkan bagi fungsi budgeter, dimana peran pajak yang sangat strategis dalam kurun waktu tahun 2001 nampak dominasi oleh penerimaan pajak. Bahkan dalam kurun waktu tahun 1992/1993 dampai dengan 1997/1998 presenatse peran pajak telah mencapai diatas 50% dari volume penerimaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan peran migas hanya mendapai dibawah 30% dari Volume APBN.[11]

Tabungan pemerintah bersama-sama dengan penerimaan pembanguan merupakan dana pembungnan. Oleh karena itu, semakin meningkatnya penerimaan negara dari hasil pemungutan pajak maka semakin meningkat pula Tabungan Pemerintah yang berati semakin menjamin terselenggaranya proyek pembangunan. Keberhasilan pemerintah melaksanakan pembanguan, berarti berhasil pula meingkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka dengan menganalisis latar belakang dan telaah pustaka di atas, dapat disimpulkan fungsi pajak yang lebih dominan adalah fungsi budgeter.














BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti atau pemberian secara cuma-cuma namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh rakyat mayarakat kepada seorang penguasa. Pemberian oleh rakyat saat itu digunakan untuk kepentingan penguasa sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan penguasa yang lebih tinggi status sosialnya. Namun, dalam perkembangnya sifat upeti tersebut tidak lagi hanya untuk kepentingan penguasa, tetapi sudah mengarah pada kepentingan rakyat itu sendiri atau bagi kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan, memelihara jalan, membangun saluran air untuk pengairan sawah, dan membangun sarana sosial lainnya. Fungsi pajak adalah kegunaan pokok atau manfaat pokok dari iuran pajak (kewajiban) dari wajib pajak untuk menyerahkan pendapatan kepada negara.
· Fungsi budgetair memiliki kegunaan untuk memberi pemasukan bagi kas negara sebagai biaya untuk pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan namun jika terdapat sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
· Fungsi regulerend memiliki kegunaan sebagai pengatur bagi usaha-usaha pemerintah untuk turut berpartisipasi dalam segala bidang yang bertujuan menyelenggarakan target-target lain yang ingin dicapai diluar bidang keuangan atau sektor swasta, seperti untuk merangsang investor asing maupun nasional untuk menanam modalnya di Indonesia.
· Fungsi demokrasi memiliki kegunaan bagi wajib pajak yang telah membayar pajak namun tidak mendapatkan pelayanan (prestasi) yang semestinya untuk mengajukan protes (complaint) kepada pemerintah.
· Fungsi redistribusi memiliki kegunaan untuk menimbulkan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat dalam membayar pajak. Misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak tinggi bagi masyarakat yang berpenghasilan besar dan mengenakan pajak rendah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
· Fungsi stabilitas memiliki kegunaan bagi pemerintah untuk mencari dana dalam hal menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.2. Saran
1. Pemerintah melalui suatu cara untuk meyakinkan masyarakat bahwa pajak adalah apa yang mereka bayarkan untuk suatu masyarakat yang maju. dengan maksud bahwa pajak adalah suatu harga yang mahal yang harus dibayar oleh suatu bangsa yang berada. Untuk mencapai suatu kemajuan dalam segala bidang. Disini pula pemerintah dapat memainkan peranan utama dalam menumbuhkan iklim perpajakan yang sehat.
2. Masyarakat wajib diandaikan sebagai pembeli dan perlu dilayani sebaik mungkin, dibantu dan diberi informasi supaya ia sadar akan kewajibannya. Masyarakat perlu diberi tahu untuk apa dan manfaat apa yang diperoleh dari pajak-pajak yang mereka bayar.
3. Tercapainya iklim perpajakan yang sehat dengan memanfaatkan hasilnya untuk meninggikan atau memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat luas sehingga pemungutan pajak itu tidak dirasakan sebagai pengisapan belaka.










KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari hukum pajak dan untuk menambah referensi mengenai hukum pajak
Kami menyadari bahwa susunan dan materi yang terdapat dalam makalah ini belumlah sempurna namun semoga dapat bermnafaat bagi pembaca. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi menyempurnakan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat memperluas pengetahuan tentang hukum pajak khususnya fungsi-fungsi pemungutan pajak.

Makassar, 7 April 2009

Penyusun






DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2

BAB 2 TELAAH PUSTAKA
2.1.Pengertian Pajak ..................................................................................................... 3
2.2. Pengertian Fungsi Pajak ......................................................................................... 4
2.3. Fungsi-Fungsi Pajak ............................................................................................... 5

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Fungsi Pajak ......................................................................................... 6
3.2.Perbandingan Fungsi-Fungsi Pajak Berdasarkan Kegunaannya dan Menentukan Fungsi yang Lebih Dominan ................................................................................................................ 6

BAB 4 PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 9
4.2. Saran........................................................................................................................ 10

Daftar Pustaka









[1] Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterimaatau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun. (Pasal 4 UU Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan)
[2] Materi Kuliah Hukum Pajak Fakultas Hukum UNHAS, Oleh Romi Librayanto
[3] H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta,2008), hal. 23
[4] Ibid, hal. 25
[5] Sapri Nurmantu, Dasar-Dasar Perpajakan, (dalam website www.cariilmuonlineborneo.wordpress.com)
[6] Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta,2001), hal.8-9
[7] Tarif Progresif adalah tarif pajak yang presentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat.
[8] Wikipedia. Pajak.www.wikipedia.org, diakses pada tanggal 6 April 2009, Pukul 16.30 WITA
[9] Inflasi adalah kemorosotan nilai uang karena banyak dan cepatnya uang kertas beredar sehingga menyebabkan naiknya harga-harga barang.
[10] B. Boediono, Perpajakan Indonesia, (Jakarta,2001), hal. 55
[11] Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta,2001), hal.9